Universitas Yudharta Pasuruan
Profil Singkat Perusahaan
Shangri-La Hotel dan Resort merupakan jaringan hotel mewah Asia yang berdiri pada tahun 1971 di Singapura. Pendirinya adalah Robert Kuok, seorang keturunan Cina-Malaysia. Sejak didirikan di Singapura, selanjutnya hotel ini memposisikan dirinya sebagai hotel yang berbeda dari hotel-hotel lainnya karena hotel ini memberikan kemewahan dengan standar Asia. Pada tahun 2006 Shangri-La memiliki empat jenis segmen bisnis, yaitu hotel ownership and operations, property development, hotel management services, and spas.
Sejak awal tahun 1980 Shangri-La mengalami pertumbuhan bisnis yang pesat. Banyak hotel baru yang didirikan oleh group tersebut di wilayah Uni Emirat Arab, Asia Tenggara, Asia Pasifik, Australia, bahkan Amerika Utara. Namun, dari sekian banyak ekspansi yang dilakukan manajemen lebih berfokus pada pengembangan bisnisnya di Cina. Hal ini dikarenakan sejak akhir tahun 1980 pemerintah Cina mulai membuka diri kepada dunia internasional sehingga banyak event penting dunia yang diselenggarakan di kota tersebut. Selain itu Cina merupakan satu-satunya negara yang tidak terkena dampak krisis Asia pada tahun 1997-1998 karena pertumbuhan negara ini cenderung pesat sehingga kondisi bisnis Shangri-La pun tidak terkena dampak yang signifikan dari kejadian tersebut. Seiring berjalannya waktu Shangri-La yang berbasis di Hongkong mampu berkembang sebagai hotel berskala internasional dari yang sebelumnya berskala regional.
Strategi Shangri-La Hotel
Model bisnis yang ditawarkan oleh Shangri-La Hotel adalah pelayanan dengan ciri khas Asia kepada para tamunya yang dikenal dengan nama “Shangri-La Hospitality.” Perpaduan antara kebudayaan lokal, kesenian eksotik dan suasana yang meriah menjadikan Shangri-La Hotel mampu memberikan pengalaman yang tidak terlupakan kepada para tamunya. Lima prinsip dasar yang ditawarkan oleh Shangri-La dalam melayani tamunya adalah respect, humility, courtesy, helpfulness, and sincerity. Manajemen hotel memberikan kebijakan pendelegasian kepada para karyawannya dalam pengambilan keputusan tertentu untuk melayani keinginan para pelanggan dengan segera. Perusahaan ini mengelompokkan karyawannya ke dalam lima lapisan, yaitu Level 1 terdiri dari manajer divisi, Level 2 terdiri dari manajer departemen, Level 3 merupakan manajer bagian, Level 4 adalah supervisi front-line, dan yang terakhir adalah Level 4 berupa karyawan front-line.
Setiap tingkatan karyawan tersebut memiliki otoritas untuk menggunakan sejumlah dana tertentu yang mungkin dibutuhkan untuk melayani kebutuhan tertentu dari para pelanggan dengan sedia. Besarnya dana yang boleh digunakan untuk masing-masing level memang berbeda dan tidak perlu mendapat ijin dari manajemen untuk menggunakan dana tesebut asalakan memang ditujukan untuk melayani kebutuhan para tamu. Selain itu perusahaan ini juga memiliki akademi perhotelan sendiri. Tujuan dari didirikannya akademi perhotelan adalah agar para karyawan mampu meningkatkan keterampilan dan pemahamannya terkait pelayanan kepada tamu hotel. Fokus utama dari akademi ini adalah mengajarkan kepada para mahasiswanya untuk secara efektif menggunakan otoritas pengambilan keputusan yang telah diberikan oleh manajemen.
Sejak awal tahun 1980 Shangri-La mengalami pertumbuhan bisnis yang pesat. Banyak hotel baru yang didirikan oleh group tersebut di wilayah Uni Emirat Arab, Asia Tenggara, Asia Pasifik, Australia, bahkan Amerika Utara. Namun, dari sekian banyak ekspansi yang dilakukan manajemen lebih berfokus pada pengembangan bisnisnya di Cina. Hal ini dikarenakan sejak akhir tahun 1980 pemerintah Cina mulai membuka diri kepada dunia internasional sehingga banyak event penting dunia yang diselenggarakan di kota tersebut. Selain itu Cina merupakan satu-satunya negara yang tidak terkena dampak krisis Asia pada tahun 1997-1998 karena pertumbuhan negara ini cenderung pesat sehingga kondisi bisnis Shangri-La pun tidak terkena dampak yang signifikan dari kejadian tersebut. Seiring berjalannya waktu Shangri-La yang berbasis di Hongkong mampu berkembang sebagai hotel berskala internasional dari yang sebelumnya berskala regional.
Strategi Shangri-La Hotel
Model bisnis yang ditawarkan oleh Shangri-La Hotel adalah pelayanan dengan ciri khas Asia kepada para tamunya yang dikenal dengan nama “Shangri-La Hospitality.” Perpaduan antara kebudayaan lokal, kesenian eksotik dan suasana yang meriah menjadikan Shangri-La Hotel mampu memberikan pengalaman yang tidak terlupakan kepada para tamunya. Lima prinsip dasar yang ditawarkan oleh Shangri-La dalam melayani tamunya adalah respect, humility, courtesy, helpfulness, and sincerity. Manajemen hotel memberikan kebijakan pendelegasian kepada para karyawannya dalam pengambilan keputusan tertentu untuk melayani keinginan para pelanggan dengan segera. Perusahaan ini mengelompokkan karyawannya ke dalam lima lapisan, yaitu Level 1 terdiri dari manajer divisi, Level 2 terdiri dari manajer departemen, Level 3 merupakan manajer bagian, Level 4 adalah supervisi front-line, dan yang terakhir adalah Level 4 berupa karyawan front-line.
Setiap tingkatan karyawan tersebut memiliki otoritas untuk menggunakan sejumlah dana tertentu yang mungkin dibutuhkan untuk melayani kebutuhan tertentu dari para pelanggan dengan sedia. Besarnya dana yang boleh digunakan untuk masing-masing level memang berbeda dan tidak perlu mendapat ijin dari manajemen untuk menggunakan dana tesebut asalakan memang ditujukan untuk melayani kebutuhan para tamu. Selain itu perusahaan ini juga memiliki akademi perhotelan sendiri. Tujuan dari didirikannya akademi perhotelan adalah agar para karyawan mampu meningkatkan keterampilan dan pemahamannya terkait pelayanan kepada tamu hotel. Fokus utama dari akademi ini adalah mengajarkan kepada para mahasiswanya untuk secara efektif menggunakan otoritas pengambilan keputusan yang telah diberikan oleh manajemen.